Untuk Penyebab Tangisku,
Kupandangi lagi foto-foto itu, kuingat lagi kenangan-kenangan itu, kuingat lagi sosokmu, yang sempat menghancurkan aku.
Sudah beberapa hari sejak peristiwa itu, saat
pertengkaran hebat kita memuncak pada kata putus, saat cekcok yang kita
alami berujung pada kata pisah. Bukan karena kita, bukan karena aku
ataupun kamu, tapi karena mantanmu. Dia begitu menggilaimu. Dia begitu
mencintai kamu. Dia masih saja sulit melupakan kamu. Dia masih saja
mengharapkan kamu, meskipun dia tahu bahwa kala itu kamu telah
bersamaku.
Pesan singkatnya masih saja mengisi inbox
handphone-mu, dan tahu bagaimana perasaanku saat itu? Rasanya aku ingin
membentakmu dengan keras, rasanya aku ingin meronta pada ketidaktegasan
yang kamu tunjukkan padanya. Ingin rasanya aku menyadarkanmu,
menggoyang-goyangankan tubuhmu, "Dia mantanmu! Dia masa lalumu! Aku
kekasihmu! Aku masa depanmu!"
Tapi, kautetaplah pria baik yang sama seperti pertama
kali kukenal, kauselalu takut untuk menolak orang-orang yang ingin
kembali masuk ke dalam hidupmu, meskipun dia telah mengiris-iris
perasaanmu, meskipun dia telah merusak dan mematahkan hatimu. Dan,
kebaikanmu yang terlalu berlebihan itu berimbas padaku, menyebabkan
cemburu mengalir deras di darahku, dari vena sampai arteri, hanya ada
emosi yang tiba-tiba merasuki. Apa salahku sehingga kamu berbuat begini?
Kautahu? Sebenarnya aku masih mencintaimu, sebenarnya
tak ada yang lain yang bisa membuatku tersenyum, selain kamu. Tapi,
semua telah terlanjur terjadi, kata putus yang kulontarkan dengan emosi
kini menjadi sesal yang tak terganti.
Sempat kala itu kaumengajakku untuk kembali, seperti
dulu, saat mantanmu tak lagi mengganggumu, saat kita bisa bahagia dengan
jalan kita, aku dan kamu yang dulu satu. Tapi, entah mengapa, aku ragu
untuk kembali bersatu denganmu. Entah mengapa masih ada yang mengganjal
dalam hatiku. Entahlah... Semua terjadi di luar perkiraanku, kita
seperti dipermainkan takdir, sedangkan aku dan kamu tak sempat membaca
aturan main.
Aku tidak pernah berbohong kalau aku berkata rindu.
Aku tak pernah menggunakan topeng ketika aku berkata tentang cinta
padamu. Aku mencintaimu, setulus dan sesederhana itu.
Aku bukan seperti mantanmu, yang seringkali
menyiksamu, yang seringkali membakar emosimu. Tapi, sekeras apapun
perjuanganku, mengapa tetap saja sulit membuatmu, menatapku?
Dari mantanmu
yang kadangkala membasahi selimut tidurnya
dengan air mata
yang terjatuh untukmu
sumber : dwitasari
0 comments:
Posting Komentar